UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 1992
TENTANG
PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa dalam pembangunan nasional yang pada hakikatnya
adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, perumahan dan
permukiman yang layak, sehat, aman, serasi, dan teratur
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan
merupakan faktor penting dalam peningkatan harkat dan
martabat mutu kehidupan serta kesejahteraan rakyat dalam
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa dalam rangka peningkatan harkat dan martabat,
mutu kehidupan dan kesejahteraan tersebut bagi setiap
keluarga Indonesia, pembangunan perumahan dan
permukiman sebagai bagian dari pembangunan nasional perlu
terus ditingkatkan dan dikembangkan secara terpadu,
terarah, berencana, dan berkesinambungan;
c. bahwa peningkatan dan pengembangan pembangunan
perumahan dan permukiman dengan berbagai aspek
permasalahannya perlu diupayakan sehingga merupakan satu
kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang fisik, kehidupan
ekonomi, dan sosial budaya untuk mendukung ketahanan
nasional, mampu menjamin kelestarian lingkungan hidup,
dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia Indonesia
dalam berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara;
d. bahwa Undang-undang Nomor 1 Tahun 1964 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
Nomor 6 Tahun 1962 tentang Pokok-Pokok Perumahan
(Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 40, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2476) menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 3, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2611) sudah tidak sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan keadaan, dan oleh karenanya
dipandang perlu untuk mengatur kembali ketentuan
mengenai perumahan dan permukiman dalam Undang-
Undang yang baru;
Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 33
Undang-Undang Dasar 1945;
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau
hunian dan sarana pembinaan keluarga;
2, Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan
tempal tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana
dan sarana lingkungan;
3. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung,
baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat
kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan;
4. Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam
berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana
dan sarana lingkungan yang terstruktur;
5. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang
memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana
mestinya;
6. Sarana lingkungan adalah fasililas penunjang, yang berfungsi untuk
penyelenggaraan dan penqembangan kehidupan ekonomi, sosial dan
budaya;
7. Utilitas umum adalah sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan;
8. Kawasan siap bangun adalah sebidang tanah yang fisiknya telah
dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dan permukiman skala besar
yang terbagi dalam satu lingkungan siap bangun atau lebih yang
pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dengan lebih dahulu dilengkapi
dengan jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan sesuai dengan
rencana tata ruang lingkungan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah
Tingkat II dan memenuhi persyaratan pembakuan pelayanan prasarana dan
sarana lingkungan, khusus untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta rencana
tata ruang lingkungannya ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Khusus
Ibukota Jakarta;
9. Lingkungan siap bangun adalah sebidang tanah yang merupakan bagian
dari kawasan siap bangun ataupun berdiri sendiri yang telah dipersiapkan
dan dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan selain itu juga sesuai
dengan persyaratan pembakuan tata lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian dan pelayanan lingkungan untuk membangun kaveling
tanah matang;
10. Kaveling tanah matang adalah sebidang tanah yang telah dipersiapkan
sesuai dengan persyaratan pembakuan dalam penggunaan, penguasaan,
pemilikan tanah, dan rencana tata ruang lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian untuk membangun bangunan;
11. Konsolidasi tanah permukiman adalah upaya penataan kembali
penguasaan, penggunaan, dan pemilikan tanah oleh masyarakat Pemilik
tanah melalui usaha bersama untuk membangun lingkungan siap bangun
dan menyediakan kaveling tanah matang sesuai dengan rencana tata ruang
yang ditetapkan Pemerintah Daerah Tingkat II, khusus untuk Daerah
Khusus Ibukota Jakarta rencana tata ruangnya ditetapkan oleh Pemerintah
Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Pasal 2
(1) Lingkup pengaturan Undang-undang ini meliputi penataan dan
pengelolaan perumahan dari permukiman, baik di daerah perkotaan
maupun di daerah perdesaan, yang dilaksanakan secara terpadu dan
terkoordinasi.
(2) Lingkup Pengaturan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang
menyangkut penataan perumahan meliputi kegiatan pembangunan baru,
pemugaran, perbaikan, perluasan, pemeliharaan, dan pemanfaatannya,
sedangkan yang menyangkut penataan permukiman meliputi kegiatan
pembangunan baru, perbaikan, peremajaan, perluasan, pemeliharaan,
dan pemanfaatannya.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 3
Penataan perumahan dan permukiman berlandaskan pada asas manfaat, adil
dan merata, kebersamaan dan kekeluargaan, kepercayaan pada diri sendiri,
keterjangkauan, dan kelestarian lingkungan hidup.
Pasal 4
Penataan perumahan dan permukiman bertujuan untuk :
a. memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia,
dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat;
b. mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan
yang sehat, aman, serasi, dan teratur;
c. memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang
rasional;
d. menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan bidangbidang
lain.
BAB III
PERUMAHAN
Pasal 5
(1) Setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati dan/atau
menikmati dan/atau memilik i rumah yang layak dalam lingkungan yang
sehat, aman, serasi, dan teratur.
(2) Setiap warga negara mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk
berperan serta dalam pembangunan perumahan dan permukiman.
Pasal 6
(1) Kegiatan pembangunan rumah atau perumahan dilakukan oleh pemilik hak
atas tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pembangunan rumah atau perumahan oleh bukan pemilik hak atas tanah
dapat dilakukan atas persetujuan dari pemilik hak atas tanah dengan
suatu perjanjian tertulis.
Pasal 7
(1) Setiap orang atau badan yang membangun rumah atau perumahan wajib :
a. mengikuti persyaratan teknis, ekologis, dan administratif;
b. melakukan pemantauan lingkungan yang terkena dampak berdasarkan
rencana pemantauan lingkungan;
c. melakukan pengelolaan lingkungan berdasarkan rencana pengelolaan
lingkungan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 8
Setiap pemilik rumah atau yang dikuasakannya wajib :
a. memanfaatkan rumah sebagaimana mestinya sesuai dengan fungsinya
sebagai tempat tinggal atau hunian;
b. mengelola dan memelihara rumah sebagaimana mestinya.
Pasal 9
Pemerintah dan badan-badan sosial atau keagamaan dapat menyelenggarakan
pembangunan perumahan untuk memenuhi kebutuhan khusus dengan tetap
memperhatikan ketentuan Undang-undang ini.
Pasal 10
Penghunian, pengelolaan dan pengalihan status dan hak atas rumah yang
dikuasai Negara diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1) Pemerintah melakukan pendataan rumah untuk menyusun kebijaksanaan
di bidang perumahan dan permukiman.
(2) Tata cara pendataan rumah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
(1) Penghunian rumah oleh bukan pemilik hanya sah apabila ada persetujuan
atau izin pemilik.
(2) Penghunian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan baik dengan
cara sewa-menyewa maupun dengan cara bukan sewa-menyewa.
(3) Penghunian rumah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dengan cara
sewa-menyewa dilakukan dengan perjanjian tertulis, sedangkan
penghunian rumah dengan cara bukan sewa-menyewa dapat dilakukan
dengan perjanjian tertulis.
(4) Pihak penyewa wajib menaati berakhirnya batas waktu sesuai dengan
perjanjian tertulis.
(5) Dalam hal penyewa sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak bersedia
meninggalkan rumah yang disewa sesuai dengan batas waktu yang
disepakati dalam perjanjian tertulis, penghunian dinyatakan tidak sah
atau tanpa hak dan pemilik rumah dapat meminta bantuan instansi
Pemerintah yang berwenang untuk menertibkannya.
(6) Sewa-menyewa rumah dengan perjanjian tidak tertulis atau tertulis tanpa
batas waktu yang telah berlangsung sebelum berlakunya Undang-undang
ini dinyatakan telah berakhir dalam waktu 3 (tiga) tahun setelah
berlakunya Undang-undang ini.
(7) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),
ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6), diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 13
(1) Pemerintah mengendalikan harga sewa rumah yang dibangun dengan
memperoleh kem udahan dari Pemerintah.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
Sengketa yang berkaitan dengan pemilikan dan pemanfaatan rumah
diselesaikan melalui badan peradilan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 15
(1) Pemilikan rumah dapat dijadikan jaminan utang.
(2) a. Pembebanan fidusia atas rumah dilakukan dengan akta otentik yang
dibuat oleh notaris sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
b. Pembebanan hipotek atas rumah beserta tanah yang haknya dimiliki
pihak yang sama dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 16
(1) Pemilikan rumah dapat beralih dan dialihkan dengan cara pewarisan atau
dengan cara pemindahan hak lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pemindahan pemilikan rumah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dengan akta otentik.
Pasal 17
Peralihan hak milik at as satuan rumah susun dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB IV
PERMUKIMAN
Pasal 18
(1) Pemenuhan kebutuhan permukiman diwujudkan melalui pembangunan
kawasan permukiman skala besar yang terencana secara menyeluruh dan
terpadu dengan pelaksanaan yang bertahap.
(2) Pembangungan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) ditujukan untuk :
a. Menciptakan kawasan permukiman yang tersusun atas satuan-satuan
lingkungan permukiman;
b. Mengintegrasikan secara terpadu dan meningkatkan kualitas
lingkungan perumahan yang telah ada di dalam atau disekitarnya.
(3) Satuan-satuan lingkungan permukiman satu dengan yang lain saling
dihubungkan oleh jaringan transportasi sesuai dengan kebutuhan dengan
kawasan lain yang memberikan berbagai pelayanan dan kesempatan kerja.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),
ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah perkotaan
dan rencana tata ruang wilayah bukan perkotaan.
Pasal 19
(1) Untuk mewujudkan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18, pemerintah daerah menetapkan satu bagian atau lebih dari
kawasan permukiman menurut rencana tata ruang wilayah perkotaan dan
rencana tata ruang wilayah bukan perkotaan yang telah memenuhi
persyaratan sebagai kawasan siap bangun.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya
meliputi penyediaan :
a. rencana tata ruang yang rinci;
b. data mengenai luas, batas, dan pemilikan tanah
c. jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan.
(3) Program pembangunan daerah dan program pembangunan sektor
mengenai prasarana, sarana lingkungan, dan utilitas umum sebagian
diarahkan untuk mendukung terwujudnya kawasan siap bangun
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3), diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 20
(1) Pengelolaan kawasan siap bangun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Pemerintah.
(2) Penyelenggaraan pengelolaan kawasan siap bangun sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan oleh badan usaha milik Negara dan/atau badan
lain yang dibentuk oleh Pemerintah yang ditugasi untuk itu.
(3) Pembentukan badan lain serta penunjukkan badan usaha milik negara
dan/atau badan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
(4) Dalam menyelenggarakan pengelolaan kawasan siap bangun, badan usaha
milik negara atau badan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan
ayat (3) dapat bekerjasama dengan badan usaha milik negara, badan
usaha milik daerah, koperasi, dan badan-badan usaha swasta di bidang
pembangunan perumahan.
(5) Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak menghilangkan
wewenang dan tanggungjawab badan usaha milik negara atau badan lain
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
(6) Persyaratan dan tata cara kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat
(4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 21
(1) Penyelenggaraan pengelolaan lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri
yang bukan dilakukan oleh masyarakat pemilik tanah, dilakukan oleh
badan usaha di bidang pembangunan perumahan yang ditunjuk oleh
Pemerintah.
(2) Tata cara penunjukkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
(1) Di wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan siap bangun Pemerintah
memberikan penyuluhan dan bimbingan, bantuan dan kemudahan kepada
masyarakat pemilik tanah sehingga bersedia dan mampu melakukan
konsolidasi tanah dalam rangka penyediaan kaveling tanah matang.
(2) Pelepasan hak atas tanah di wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan siap
bangun hanya dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan pemilik tanah
yang bersangkutan.
(3) Pelepasan hak atas tanah di lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri
yang bukan hasil konsolidasi tanah oleh masyarakat pemilik tanah, hanya
dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan dengan pemilik hak atas tanah.
(4) Pelepasan hak atas tanah di wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan siap
bangun yang belum berwujud kaveling tanah matang, hanya dapat
dilakukan kepada Pemerintah melalui badan-badan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 ayat (2).
(5) Tata cara pelepasan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4), diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
Pembangunan perumahan yang dilakukan oleh badan usaha di bidang
pembangunan perumahan dilakukan hanya di kawasan siap bangun atau di
lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri.
Pasal 24
Dalam membangun lingkungan siap bangun selain memenuhi ketentuan pada
Pasal 7, badan usaha dibidang pembangunan perumahan wajib :
a. melakukan pematangan tanah, penataan penggunaan tanah, penataan
penguasaan tanah, dan penataan pemilikan tanah dalam rangka
penyediaan kaveling tanah matang;
b. membangun jaringan prasarana lingkungan mendahului kegiatan
membangun rumah, memelihara, dan mengelolanya sampai dengan
pengesahan dan penyerahannya kepada pemerintah daerah;
c. mengkoordinasikan penyelenggaraan penyediaan utilitas umum;
d. membanlu masyarakat pemilik tanah yang tidak berkeinginan melepaskan
hak atas tanah di dalam atau di sekitarnya dalam melakukan konsolidasi
tanah;
e. melakukan penghijauan lingkungan;
f. menyediakan tanah untuk sarana lingkungan;
g. membangun rumah.
Pasal 25
(1) Pembangunan lingkungan siap bangun yang dilakukan masyarakat pemilik
tanah melalui konsolidasi tanah dengan memperhatikan ketentuan pada
Pasal 7, dapat dilakukan secara bertahap yang meliputi kegiatan -
kegiatan :
a. pematangan tanah;
b. penataan, penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah;
c. penyediaan prasarana lingkungan;
d. penghijauan lingkungan;
e. pengadaan tanah untuk sarana lingkungan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 26
(1) Badan usaha di bidang pembangunan perumahan yang membangun
lingkungan siap bangun dilarang menjual kaveling tanah matang tanpa
rumah.
(2) Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 24, sesuai dengan kebutuhan
setempat, badan usaha di bidang pembangunan perumahan yang
membangun linkungan siap bangun dapat menjual kaveling tanah matang
ukuran kecil dan sedang tanpa rumah.
(3) Kaveling tanah matang ukuran kecil, sedang, menengah, dan besar hasil
upaya konsolidasi tanah milik masyarakat dapat diperjualbelikan tanpa
rumah.
Pasal 27
(1) Pemerintah memberikan bimbingan, bantuan dan kemudahan kepada
masyarakat baik dalam tahap perencanaan maupun dalam tahap
pelaksanaan, serta melakukan pengawasan dan pengendalian untuk
meningkatkan kualitas permukiman.
(2) Peningkatan kualitas permukiman sebagaimana dimaksud dalam ayal (1)
berupa kegiatan-kegiatan :
a. perbaikan atau pemugaran;
b. peremajaan;
c. pengelolaan dan pemeliharaan yang berkelanjutan.
(3) Penyelenggaraan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 28
(1) Pemerintah daerah dapat menetapkan suatu lingkungan permukiman
sebagai permukiman kumuh yang tidak layak huni.
(2) Pemerintah daerah bersama-sama masyarakat mengupayakan langkahlangkah
pelaksanaan program peremajaan lingkungan kumuh untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat penghuni.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah
BAB V
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 29
(1) Setiap warga negara mempunyai hak dan kesempatan yang sama dan
seluas-luasnya untuk berperan serta dalam pembangunan perumahan dan
permukiman.
(2) Pelaksanaan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dapat dilakukan secara perseorangan atau dalam bentuk usaha
bersama.
BAB VI
PEMBINAAN
Pasal 30
(1) Pemerintah melakukan pembinaan di bidang perumahan dan permukiman
dalam bentuk pengaturan dan pembimbingan, pemberian bantuan dan
kemudahan, penelitian dan pengembangan, perencanaan dan
pelaksanaan, serta pengawasan dan pengendalian.
(2) Pemerintah melakukan pembinaan badan usaha di bidang perumahan dan
permukiman.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 31
Pembangunan perumahan dan permukiman diselenggarakan berdasarkan
rencana tata ruang wilayah perkotaan dan rencana tata ruang wilayah bukan
perkotaan yang menyeluruh dan terpadu yang ditetapkan oleh pemerintah
daerah dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang terkait serta rencana,
program, dan priorilas pembangunan perumahan dan permukiman.
Pasal 32
(1) Penyediaan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman
diselenggarakan dengan:
a. penggunaan tanah yang langsung dikuasai Negara;
b. konsolidasi tanah oleh pemilik tanah;
c. pelepasan hak atas tanah oleh pemilik tanah yang dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Tata cara penggunaan tanah yang langsung dikuasai Negara dan tatacara
konsolidasi tanah oleh pemilik tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) butir a dan b diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 33
(1) Untuk memberikan bantuan dan/atau kemudahan kepada masyarakat
dalam membangun rumah sendiri atau memiliki rumah, Pemerintah
melakukan upaya pemupukan dana.
(2) Bantuan dana/atau kemudahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berupa kredit perumahan.
Pasal 34
Pemerintah memberikan pembinaan agar penyelenggaraan pembangunan
perumahan dan permukiman selalu memanfaatkan teknik dan teknologi,
industri bahan bangunan, jasa konstruksi, rekayasa dan rancang bangun yang
tepat guna dan serasi dengan lingkungan.
Pasal 35
(1) Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan di bidang perumahan dan
permukiman kepada pemerintah daerah.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 36
(1) Setiap orang atau badan dengan sengaja melanggar ketentuan dalam Pasal
7 ayat (1), Pasal 24, dan Pasal 26 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
selama-lamanya 10 (seputuh) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap orang karena kelalaiannya mengakibatkan pelanggaran atas
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dipidana dengan
pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggitingginya
Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).
(3) Setiap badan karena kelalaiannya mengakibatkan pelanggaran atas
ketenluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 24 Pasal 26
ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun
dan/atau denda setinggi-tingginya Rp.100.000.000.00(seratus juta rupiah).
(4) Setiap orang atau badan dengan sengaja melanggar ketentuan dalam pasal
12 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun
dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 20.000.000,00 (duapuluh juta
rupiah).
Pasal 37
Setiap orang atau badan dengan sengaja melanggar ketentuan harga tertinggi
sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dipidana dengan pidana penjara
selama-lamanya 2 (dua) tahun dan denda setinggi-tingginya Rp. 20.000.000,00
(dua puluh juta rupiah).
BAB VIII
KETENTUAN LAIN-IAIN
Pasal 38
Penerapan ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 tidak
menghilangkan kewajibannya untuk tetap memenuhi ketentuan Undang-undang
ini.
Pasal 39
Jika kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 tidak dipenuhi oleh suatu
badan usaha di bidang pembangunan perumahan dan permukiman, maka izin
usaha badan tersebut dicabut.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 40
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, semua peraturan pelaksanaan
di bidang perumahan dan permukiman yang telah ada tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan Undang-undang ini atau belum diganti atau diubah
berdasarkan Undang-undang ini.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 41
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang nomor 1
Tahun 1964 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang nomor 6
tahun 1962 tentang Pokok-pokok perumahan (Lembaran Negara Tahun 1962
Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2476) menjadi Undang-undang
(Lembaran Negara Tahun 1964 nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2611) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 42
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan penerapannya
diatur dengan Peraturan Pemerintah selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak
Undang-undang ini diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undangundang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 10 Maret t992
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
S O E H A R T O
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 Maret 1992
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
MOERDIONO
Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1992 Nomor 23
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Hukum
dan Perundang-undangan
ttd.
Bambang Kesowo, S.H., LL.M.