Mulai dari awal perkembangangannya, banyak sekali pembahasan dan teori yang bermunculan di dalam arsitektur. Bila selama rentang waktu tersebut orang berusaha untuk mengerti arsitektur, sudah seharusnya juga berusaha untuk mengerti pelaku di dalam arsitektur. Apakah arsitektur merupakan suatu bidang yang dikerjakan oleh pelaku profesi, atau merupakan hal yang bisa dilakukan oleh siapa saja?. Terutama di masa sekarang ini, dimana dan bagaimanakah posisi profesi arsitek sesungguhnya?.
Sebelum kita membahas mengenai profesi arsitektur sekarang ini, ada baiknya untuk memahami terlebih dahulu apa itu profesi. Blankenship mendefinisikan profesi melalui karakteristik umum yang biasa terlihat. Profesi adalah
(1) pekerjaan penuh waktu
(2) yang melalui pendidikan/pelatihan khusus
(3) memiliki organisasi profesi
(4) mempunyai komponen izin kerja (lisensi) dan pengakuan dari masyarakat
(5) mempunyai kode etik dan hak pengelolaan mandiri (Dana Cuff, Architecture : The Story of Practice, 1992, p23). Dari ke lima karakekter umum tersebut kita bisa melihat bagaimana posisi profesi arsitektur di dunia modern pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya.
Arsitektur Barat berkembang di Eropa sebelum menyebar ke Amerika dan benua benua lainnya. Pada awal permulaannya, profesi arsitek merupakan profesi kelas tertentu dan merupakan profesi yang turun temurun dan atau melalui proses pemagangan dalam waktu yang cukup lama. Revolusi Industri yang bermula di akhir abad ke 18 yang membawa perubahan besar dalam struktur ekonomi, sosial, dan teknologi juga memberikan dampak yang sangat besar di dalam arsitektur. Berubahnya struktur sosial di dalam masyarakat dimana kelas menengah mulai memiliki peranan di dalam ekonomi, dan banyak dibuatnya publikasi berkenaan dengan arsitektur, menjadikan profesi arsitektur tidak lagi menjadi profesi eksklusif kelas tertentu tetapi lebih terbuka bagi semua kalangan
bangunan adalah produksi manusia yang paling kasat mata. Namun, kebanyakan bangunan masih dirancang oleh masyarakat sendiri atau tukang-tukang batu di negara-negara berkembang, atau melalui standar produksi di negara-negara maju. Arsitek tetaplah tersisih dalam produksi bangunan. Keahlian arsitek hanya dicari dalam pembangunan tipe bangunanyang rumit, atau bangunan yang memiliki makna budaya / politis yang penting. Dan inilah yang diterima oleh masyarakat umum sebagai arsitektur. Peran arsitek, meski senantiasa berubah, tidak pernah menjadi yang utama dan tidak pernah berdiri sendiri. Selalu akan ada dialog antara masyarakat dengan sang arsitek. Dan hasilnya adalah sebuah dialog yang dapat dijuluki sebagai arsitektur, sebagai sebuah produk dan sebuah disiplin ilmu.
Sebuah tren yang sedang berkembang dalam industri konstruksi adalah harapan pelanggan untuk pengalaman dan rasa produk, bahkan mungkin dengan cara yang disesuaikan. Tren terakhir akan memperpanjang perlunya memasukkan tidak hanya fungsi dan estetika, tetapi juga persepsi dan sensasi. Untuk memenuhi tren ini, sementara pada saat yang sama meningkatkan produktivitas penggunaan teknologi informasi seperti BIM dan platform teknis telah meningkat dalam proyek konstruksi. Namun demikian, walaupun investasi yang besar, industri konstruksi belum berhasil meningkatkan efektivitas dan produktivitas sebanyak industri lain. Jelas adalah bahwa keberhasilan penggunaan teknologi informasi bergantung pada integrasi dan kolaborasi dari berbagai ahli dalam suatu proses berkelanjutan dan dinamis. Tim multidisiplin tersebut dapat terorganisir dalam satu organisasi atau antara mitra bisnis. Tujuan dari tesis master adalah untuk menyelidiki penggunaan BIM dan platform teknis dari perspektif arsitektural.
Hal ini dilakukan dengan mengevaluasi pengaruh dan dampak dari BIM dan platform teknis peran arsitek dan proses kerja, mengevaluasi bagaimana BIM dan platform teknis mempengaruhi kolaborasi dan komunikasi antara arsitek dan aktor-aktor lain di dalam proyek dan mengevaluasi bagaimana arsitek menggunakan BIM dan teknis arsitektur platform untuk mencapai nilai-nilai, gaya dan kualitas desain. Tiga belas wawancara dengan peserta dalam tahap desain dua Xchange proyek Skanska dan lima wawancara dengan pakar di bidang teknologi informasi telah dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebuah organisasi pembangunan multidisiplin, pendidikan awal, pengalaman terdahulu dan berapa banyak peserta didorong untuk berbagi pengetahuan profesional merupakan faktor yang memiliki dampak yang besar terhadap keberhasilan hasil akhir dari proyek konstruksi. Selain platform teknis membatasi pilihan solusi yang mungkin, memberi persyaratan selain proyek tradisional dan perubahan peran dalam tahap desain. Risiko terlalu banyak mengandalkan pada teknologi mungkin akan menyebabkan penurunan kualitas karena kurang pertanyaan. Karena bangunan dibuat dan dirancang untuk mengalami dan hidup dalam, peserta dalam setiap tahap dari proyek konstruksi untuk mencapai peran aktif untuk memastikan bahwa hasil akhir memiliki kualitas hidup yang tinggi. Pengetahuan pengaruh dan profesional setiap peserta sama pentingnya dalam tahap desain. lurus ke depan dan rencana komunikasi sederhana terstruktur akan meminimalkan kesalahpahaman dan memberikan setiap peserta dengan tanggung jawab yang jelas. Selain itu, rencana kerja untuk setiap peran yang menjelaskan bagaimana sistem platform teknis dan BIM harus digunakan, mengapa dan apa hasil yang diharapkan adalah, akan mempermudah pemahaman